Atasi Krisis Kemanusiaan, RI Serukan Penghentian Konflik Palestina-Israel

  • Whatsapp
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi

ACEHPEDIA.COM | JAKARTA – Indonesia mendesak Dewan Keamanan (DK) PBB untuk segera bertindak, untuk menghentikan eskalasi konflik Israel-Palestina di Gaza dan mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang terjadi.

Dalam debat terbuka DK PBB untuk membahas situasi di Gaza, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan  setiap detik yang terbuang tanpa adanya aksi nyata dari Dewan Keamanan berdampak mengerikan bagi warga Palestina di Gaza.

Bacaan Lainnya

“Saya ingin mengingatkan bahwa DK memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga perdamaian dan keamanan, tidak membiarkan perang berkepanjangan atau membantu salah satu pihak melanjutkan perang,” kata  Retno, berdasarkan salinan pernyataan Indonesia yang disampaikan dalam pertemuan DK PBB yang berlangsung di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (24/10/2023).

Selain mengutuk keras kelanjutan agresi Israel terhadap warga sipil di Gaza, Retno mengatakan, DK PBB tidak boleh tinggal diam menyaksikan bencana dan kejahatan kemanusiaan yang sedang terjadi di Palestina.

Serangan terhadap rumah sakit dan tempat ibadah, blokade listrik, air, bahan bakar, dan pengusiran warga Gaza disebutnya dilakukan oleh Israel atas nama hukuman kolektif. Pada saat yang sama, warga sipil disandera dan nyawanya terancam.

“Saya ingin bertanya bagaimana DK akan melakukan tanggung jawabnya? Kapan DK akan menghentikan perang di Gaza, mewujudkan gencatan senjata, membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan, menyerukan pembebasan warga sipil, dan menghentikan pendudukan ilegal oleh Israel?” cecar Retno.

Retno menuturkan, bahwa setiap detik yang terbuang karena perbedaan politik dan kegagalan mencapai konsensus merupakan kekalahan bagi kemanusiaan dan memperparah instabilitas.

“Berapa banyak lagi nyawa harus dikorbankan sebelum DK mengambil langkah?” ujar Retno.

Menlu RI juga menegaskan bahwa Indonesia tidak membuang-buang waktu dalam memobilisasi dukungan internasional.

Melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), ASEAN, dan pertemuan ASEAN-GCC, serta Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi D8, Indonesia menyerukan kesatuan suara untuk mendesak dihentikannya kekerasan dan fokus pada isu bencana kemanusiaan.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menyatakan, sampai Selasa (24/10/2023), sedikitnya 5.791 warga Palestina tewas dalam agresi pasukan Israel yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023.

Selain itu, dilaporkan pula sejumlah 16.297 orang lainnya terluka.

Sumber itu menyebutkan,  bahwa pasukan Israel juga melakukan 23 pembantaian dalam sehari yang menelan 436 korban jiwa, termasuk 182 anak. Kebanyakan dari mereka berasal dari selatan Jalur Gaza.

Sementara itu, di wilayah pendudukan Tepi Barat korban tewas bertambah menjadi 95 orang setelah dua warga yakni Mahmoud Saif Nakhleh dan Muhammad Illyan ditembak mati pasukan Israel di kamp pengungsi Jalazone, Ramallah, pada Senin (23/10/2023).

Sedangkan, jumlah warga Israel yang tewas mencapai sedikitnya 1405 orang, termasuk tentara dan polisi.

Seperti dilansir sejumlah sumber, Hamas-gerakan Islam dan nasionalisme Palestina yang menentang pendudukan Zionis- telah meluncurkan ribuan roket dari Jalur Gaza ke Israel dan melakukan serangan langsung ke beberapa lokasi di Israel, pada Sabtu (7/10/2023).

Hamas mengklaim serangan dengan nama Operasi Badai Al Aqsa itu untuk mengakhiri pendudukan terakhir di bumi. Serangan itu juga disebut balasan atas tindakan provokatif Israel di situs suci Yerusalem dan terhadap warga Palestina yang ditahan.

Sementara itu, Pasukan Israel tak tinggal diam dan membalas serangan Hamas dengan melancarkan Operasi Pedang Besi. Operasi ini menargetkan infrastruktur Hamas di Jalur Gaza.

Gaza adalah wilayah Palestina yang pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman, sebelum diduduki oleh Inggris dari 1918 hingga 1948, dan Mesir dari tahun 1948 hingga 1967.

Hampir 20 tahun setelah Israel mendeklarasikan status kenegaraannya pada 1948, negara zionis itu telah menduduki sisa wilayah bersejarah Palestina, termasuk Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan Suriah, dan Semenanjung Sinai Mesir selama Perang Enam Hari pada 1967 melawan koalisi tentara Arab.

Pos terkait