Sosial Budaya

Pendidikan Karakter Harus Dimulai Sedini Mungkin

7
×

Pendidikan Karakter Harus Dimulai Sedini Mungkin

Sebarkan artikel ini
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat memberikan sambutan tentang “Peranan Pemerintah dalam Membangun Karakter Anak Bangsa Sejak Usia Dini Berdasarkan Nilai-nilai Pancasila” dalam acara Konferensi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) ke-VIII Tahun 2023 di Provinsi Papua, pada Selasa (24/10/2023)/Foto: KemenkoPMK

ACEHPEDIA.COM | JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pendidikan karakter pada anak harus dilakukan sejak dini untuk membangun kesadaran dan pemahaman yang cukup mengenai toleransi dalam rangka memelihara serta melestarikan persatuan bangsa Indonesia.

Hal tersebut disampaikannya saat memberikan sambutan tentang “Peranan Pemerintah dalam Membangun Karakter Anak Bangsa Sejak Usia Dini Berdasarkan Nilai-nilai Pancasila” dalam acara Konferensi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) ke-VIII Tahun 2023 di Provinsi Papua, pada Selasa (24/10/2023).

“Pendidikan karakter itu sebaiknya memang dimulai sejak anak masih kecil. Itu penting sekali untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang majemuk demi kepentingan masa depan Indonesia,” kata Menko Muhadjir.

Untuk menanamkan pendidikan karakter kepada anak, ia menerangkan dua karakter penting yang harus ditanamkan sejak dini, yakni karakter personal dalam menilai baik dan buruk, kedisiplinan, serta kemandirian.

Sedangkan yang kedua adalah karakter sosial agar dapat berkomunikasi dengan baik hingga penanaman nilai-nilai toleransi. Untuk mewujudkan itu, Menko Muhadjir menjelaskan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Ia menyebut Perpres tersebut yang dahulu diartikan sebagai full day school itu sebenarnya mengarahkan sekolah formal untuk menjalin kerja sama dengan satuan pendidikan keagamaan dan membentuk pendidikan yang holistik dan integratif.

Melalui integrasi itu, kegiatan anak dapat terus dipantau oleh sekolah dan menjadikan kegiatan di luar tersebut sebagai bagian dari nilai ekstrakurikuler. Pada satu sisi, regulasi itu juga memungkinkan pembiayaan insentif bagi para guru keagamaan agar dapat diikutsertakan dalam anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Upaya itu dilakukan sebagai bentuk dari kepedulian pemerintah terhadap para guru keagamaan yang sering kali tidak mendapatkan insentif yang cukup ketika memberikan pembelajaran agama kepada anak.

“Pada Perpes itu sebetulnya dimungkinkan lembaga-lembaga keagamaan ikut ambil bagian, karena dengan Perpres itu dimungkinkan dana BOS bisa digunakan untuk memberikan insentif kepada guru-guru agama di luar sekolah, seperti guru ngaji, pendeta di gereja, hingga pengajar agama di pura, dan seterusnya,” kata Menko Muhadjir.

Ia mengatakan upaya integrasi itu penting untuk menangkal dampak buruk penggunaan gadget oleh anak-anak. Peranan sekolah dan lembaga keagamaan menjadi sangat mendesak, terutama bagi yang tinggal di area perkotaan.

Masjid, gereja, pura, dan tempat keagamaan lainnya sangat ideal untuk menangkal dampak buruk gadget, sekaligus membentuk kepribadian anak secara integral.

“Saya kira peranan agama harus semakin intensif ketika perkembangan dunia semakin terbuka seperti ini. Lingkungan anak-anak sangat menentukan dalam pembentukan karakter, apalagi usia anak membutuhkan role model,” kata Menko Muhadjir.

62 / 100