ACEHPEDIA.COM | KOTA JANTHO – Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar menggelar Pelatihan Surveilans Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) khusus bagi tenaga kesehatan di Aceh Besar. Acara itu berlangung di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh, Selasa (12/12/2023).
Pada kesempatan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Besar Anita SKM, MKes mengatakan, capaian imunisasi yang rendah pada saat pandemi covid-19 sangat mempengaruhi terhadap peningkatan kasus PD3I saat ini. Bila dilihat kilas balik terhadap temuan satu kasus Polio di Kabupaten Pidie pada 9 November 2022, menjadikan Provinsi Aceh salah satu wilayah “Merah” di peta dunia dan menjadi perhatian khusus dari WHO, untuk segera menuntaskan permasalahan polio secara cepat dan tepat, agar tidak terjadi penularan dan berkelanjutan.
“Sehingga menjadi tanggung jawab kita semua dari Pemerintah Pusat sampai daerah untuk melakukan Sub PIN Polio dengan 2 putaran di seluruh Aceh khususnya Kabupaten Aceh Besar,” katanya.
Ia menyebutkan, peran dari tim surveilans kesehatan atau Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) yang memiliki kemampuan dalam hal penyelidikan kasus sangat penting. Dikarenakan SDM yang tidak kompeten menjadi salah satu hambatan dalam hal merespon secara cepat pada saat ada temuan kasus PD3I, walaupun saat ini jumlah Petugas surveilans di Aceh Besar masih kurang. Sehingga untuk pelaporan sistem kewaspadaan dini respon sering di bantu oleh Nakes Non Surveilans atau Nakes lainnya.
“Namun hal tersebut tidak menjadi masalah, sepanjang nakes tersebut aware, responnya cepat dan paham dengan SKDR,” sebut Anita.
Ia mengungkapkan, mengenai capaian Imunisasi dasar lengkap (IDL) di Kabupaten Aceh Besar berdasarkan data dan laporan dari 28 Puskesmas di Kabupaten Aceh Besar sampai dengan November 2023 hanya 1.932 anak atau 20,4% yang mendapat imunisasi dasar lengkap (IDL).
“Jadi, dikarenakan capaian imunisasi yang masih rendah, sehingga terjadi lonjakan kasus seperti campak, pertusis, rubella, difteri, dan lainnya yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi di Aceh Besar dan ini harus kita waspadai,” tandasnya.
Kemudian, pada tahun 2019 Kasus difteri di Kabupaten Aceh Besar berjumlah tujuh belas kasus, tahun 2020 sebanyak lima kasus difteri, dan tahun 2021 tidak ada. Selanjutnya, pada tahun 2022 di bulan November kembali ditemukan satu kasus difteri.
“Jika, dilihat dari trend jumlah kasus, kita telah dapat menurunkan kasus difteri dan Ini tidak lepas dari Andil kita bersama dalam lal memutuskan rantai penularannya, mulai dari kegiatan pemberian profilaksis terhadap kontak erat dan juga dibarengi dengan pelaksanaan imunisasi secara ORI di wilayah yang berdampak terjadinya kasus KLB difteri tersebut,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, terkait kasus campak terjadi peningkatan secara fluktuatif dari 368, pada tahun 2022 terjadi lonjakan mencapai 1556 kasus.
“Tapi, dengan kerja kerja keras para nakes, sehingga di bulan November tahun 2023 kasus campak berhasil diturunkan menjadi 188 kasus, dari 36 sampel yg diperiksa hanya 4 yang positif campak dan 1 diantaranya positif Rubella. Harus diketahui bersama penyakit rubella sangat berbahaya, apabila terjadi pada ibu hamil bisa menyebabkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan,” ungkap Anita.
Maka untuk itu, ini harus menjadi perhatian surveilans di lapangan dalam hal pencegahan dan memutuskan rantai penularan baik dalam hal pemeriksaan kontak erat, pemberian profilaksis dan imunisasi secara massal, dengan tetap melakukan sosialisasi manfaat imunisasi untuk pengendalian dan pencegahan PD3I di Aceh Besar.
“Kami sangat mengharapkan dengan adanya pelatihan ini, para petugas kesehatan terutama surveilans Puskesmas dapat meningkatkan pengetahuan, lebih proaktif dan maksimal dalam hal menganalisa suatu masaalah kesehatan mulai dari pengumpulan, pengolahan data dan alternatif cara penanggulangannya.
Sehingga dapat menurunkan angka penularan suatu penyakit, baik yang berpotensi wabah atau KLB seperti Difteri, campak, pertusis, dan yang bersifat pandemi seperti Covid-19,” harapnya.
Disamping itu, ia mengharapkan par petugas surveilans di Puskesmas dan Rumah Sakit nantinya harus mampu dalam pengelolaan data kesehatan baik itu secara elektronik (SKDR) maupun non elektronik untuk terwujudnya perolehan data Yang cepat dan akurat. Sebab, sistem surveilans dapat dikatakan sangat bermanfaat dan sistem tersebut juga mempunyai andil dalam menanggulangi dan mencegah masalah kesehatan.
“Misalnya mendeteksi trend suatu penyakit, mendeteksi KLB dan Penanggulangannya, bukan hanya itu, sistem tersebut juga mampu melakukan tindakan pencegahan serta memutuskan rantai penularan suatu penyakit,” pungkas Anita.