Aceh

Calon Pemimpin di Aceh Harus Memiliki Visi Pemandu Peradaban

2
Wakil Ketua Majelis Akreditasi Dayah (MADA), Dr. Teuku Zulkhairi, MA mengharapkan agar para pemimpin Aceh harus serius membawa masyarakat menuju kebaikan dunia dan akhirat. Foto MC ACEH/IMA

AcehPedia, Banda Aceh – Wakil Ketua Majelis Akreditasi Dayah (MADA), Teuku Zulkhairi mengharapkan agar para pemimpin Aceh harus serius membawa masyarakat menuju kebaikan dunia dan akhirat.

“Jadilah teladan dalam semua aspek, karena jika pemimpin rusak, maka rakyat akan ikut rusak,” ujarnya, dikutip dari Media Center Aceh, Senin (28/10/2024).

Zulkhairi menekankan bahwa para calon pemimpin di Aceh harus memiliki visi menjadi pemandu bagi peradaban, bukan sekadar visi berkuasa.

“Imam Malik mengingatkan kita bahwa rakyat akan mengikuti agama pemimpinnya. Ketika pemimpin rusak, maka rakyat pun akan rusak. Sebaliknya, jika pemimpin baik, mereka akan menjadi pembawa kebaikan bagi masyarakat, baik di dunia maupun di akhirat,” jelas Zulkhairi.

Selain itu, ia juga mengutip kalam hikmah Imam Al-Ghazali, bahwa “Rusaknya rakyat karena rusaknya pemimpin, dan rusaknya pemimpin karena rusaknya ulama.”

Mengutip hadis Rasulullah Saw, ia juga menyebutkan bahwa kalau seorang pemimpin benar dalam menjalankan kepemimpinannya, maka kepemimpinannya itu akan menjadikannya sebagai orang pertama di akhirat kelak yang akan mendapatkan perlindungan langsung dari Allah SWT di hari kiamat, yaitu hari ketika tidak ada perlindungan apapun yang bisa diharapkan kecuali perlindungan Allah.

Zulkhairi dalam ulasannya juga menyebutkan bahwa Islamisasi ilmu di dunia pendidikan Aceh harus menjadi pilar utama dalam membangun Aceh dan hendaknya menjadi visi utama para calon pemimpin di Aceh di semua tingkatannya.

Ia mengharapkan agar siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin Aceh nantinya supaya serius menjalankan upaya dan gerakan Islamisasi ilmu.

“Kita harus memperbaiki sistem pendidikan kita dengan melakukan Islamisasi Ilmu agar dunia pendidikan kita tidak semakin banyak mencetak generasi Aceh yg sekuler, generasi yang cerdas tapi jauh dari Allah. Mereka berilmu, tapi ilmu itu tidak mendekatkannya kepada Allah, mereka jauh dari masjid” katanya.

Mengacu pada sejarah peradaban Islam, ia menyoroti bagaimana Baitul Hikmah di masa Khalifah Abbasiyah menjadi pusat keilmuan yang memadukan studi agama dan sains.

“Perintah Iqra’ dalam Al-Qur’an mengajarkan kita untuk membaca dengan menyebut nama Tuhan. Islami ilmu adalah ilmu fondasi bagi peradaban Aceh yang kuat,” tegasnya.

Selain itu, Zulkhairi juga menegaskan pentingnya gerakan perbaikan akhlak. Ia mengingatkan bahwa kepemimpinan bukanlah jalan untuk memperkaya diri, melainkan untuk memperbaiki moral dan etika masyarakat. “Rasulullah SAW menyampaikan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Kita harus meneladani hal ini,” ujarnya.

Ia menyebutkan bahwa masa kejayaan Islam, seperti di Andalusia, tidak hanya dihiasi oleh kekuatan militer, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga oleh keluhuran akhlak dan budaya yang menghormati nilai-nilai Islam.

Exit mobile version